Breaking News

Proto-State Aborigin dan Indian dalam Sejarah Modern


Gagasan tentang sebuah wilayah otonom penuh yang dijalankan oleh penduduk asli bukanlah hal baru di berbagai belahan dunia. Di Australia, wacana ini kembali mencuat lewat usulan dari seorang aktivis dan pengacara Aborigin, Michael Mansell, yang menyarankan agar Australia membentuk negara bagian ketujuh yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat Aborigin. Wilayah ini nantinya memiliki parlemen, pengadilan, dan kekuasaan internal yang setara dengan negara bagian lain dalam federasi Australia.

Menurut Mansell, status kenegaraan seperti itu menjadi bentuk puncak dari perjuangan menentukan nasib sendiri bagi masyarakat adat yang telah berabad-abad kehilangan hak tanah dan politiknya sejak kedatangan kolonialis Inggris pada 1788. Dengan menguasai langsung sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, perpajakan, hingga perumahan, komunitas Aborigin diyakini dapat membangun masa depan yang lebih adil sesuai nilai-nilai budaya mereka.

Mansell mengusulkan wilayah ini didirikan di atas lahan-lahan yang memang telah berada dalam pengelolaan masyarakat adat. Ia menegaskan bahwa langkah ini bisa ditempuh tanpa perlu mengubah konstitusi Australia, sehingga lebih realistis dibanding upaya referendum yang pernah gagal. Namun, ia juga mengakui proses ini membutuhkan waktu 20 hingga 30 tahun, dengan langkah awal berupa penguatan perjanjian atau kursi khusus di parlemen nasional.

Saat ini, satu-satunya wilayah adat yang pernah mendeklarasikan kemerdekaan secara sepihak di Australia adalah Republik Murrawarri. Pada 2013, kelompok ini menyatakan lepas dari kedaulatan Australia dan mengklaim wilayah tradisional mereka di perbatasan New South Wales dan Queensland. Meskipun demikian, pemerintah Australia tidak pernah mengakui klaim ini, dan wilayah tersebut tetap di bawah administrasi resmi negara.

Republik Murrawarri menjadi contoh nyata bagaimana keinginan sebagian masyarakat adat untuk memiliki kontrol politik dan tanah mereka sendiri terus bertahan. Meski jumlah penduduk aslinya kini minoritas di wilayah tersebut, gerakan ini tetap memantik diskusi soal kedaulatan adat di Australia. Sebagian aktivis meyakini bahwa model semacam ini bisa menjadi cetak biru proto-state Aborigin di masa depan.

Konsep proto-state merujuk pada wilayah atau komunitas yang memiliki ciri-ciri dasar sebuah negara, seperti wilayah, pemerintahan sendiri, dan identitas politik, meskipun belum diakui secara penuh oleh pemerintah pusat atau komunitas internasional. Di Australia, usulan negara bagian Aborigin ini jelas memenuhi kategori itu, sebagai sebuah langkah transisional menuju pengakuan lebih luas atas hak-hak adat.


Di Amerika Serikat, konsep serupa telah lama diterapkan dalam bentuk reservasi Indian. Wilayah ini secara hukum dikelola oleh suku Indian Amerika di bawah pengawasan Departemen Dalam Negeri AS. Di dalam reservasi, suku memiliki otonomi terbatas, termasuk pengadilan adat dan aturan hukum internal yang berbeda dengan wilayah AS lainnya. Beberapa reservasi bahkan memiliki kebijakan ekonomi dan sosial tersendiri.

Meski status reservasi Indian masih berada di bawah kedaulatan pemerintah federal AS, keberadaannya diakui dalam sistem hukum negara tersebut. Model ini sering dibandingkan dengan wacana proto-state Aborigin di Australia, karena sama-sama menghadirkan kawasan khusus dengan tingkat kedaulatan tertentu bagi komunitas adat.

Perbedaan utamanya, sistem reservasi di AS sudah memiliki legalitas kuat sejak abad ke-19 dan dijamin lewat berbagai perjanjian dengan pemerintah federal. Sedangkan di Australia, perjanjian dengan masyarakat adat belum pernah benar-benar dijalankan di tingkat nasional. Upaya referendum pada 2023 untuk pengakuan konstitusional terhadap masyarakat Aborigin pun berujung gagal.

Sejumlah pengamat menyebut usulan negara bagian Aborigin di Australia bisa menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi yang masih dirasakan masyarakat adat. Saat ini, mereka masih mengalami angka kemiskinan, pengangguran, dan kesehatan buruk yang jauh di atas rata-rata nasional.

Namun, tantangan politik tak kalah berat. Pemerintah Australia selama ini cenderung hati-hati dalam memberi otonomi lebih luas kepada komunitas adat. Berbeda dengan Indonesia yang malah mengalokasikan dana pembangunan lebih tinggi ke Papua dari pada yang lain.

Selain karena faktor geopolitik, ada kekhawatiran soal pengelolaan administratif dan ekonomi di wilayah otonom yang relatif terpencil dan terbatas sumber daya.

Di sisi lain, beberapa kelompok konservatif justru menolak gagasan ini karena dinilai berpotensi memecah belah persatuan nasional. Mereka beranggapan semua warga negara harus berada di bawah satu sistem hukum dan administrasi yang sama tanpa pengecualian berbasis etnis.

Meski begitu, pengalaman proto-state seperti Murrawarri Republic dan reservasi Indian di AS menunjukkan bahwa konsep wilayah adat dengan kedaulatan terbatas bisa berjalan dalam kerangka federasi modern. Jika diterapkan dengan pengawasan dan dukungan politik yang tepat, wilayah semacam ini justru dapat menjadi model rekonsiliasi dan keadilan sosial.

Michael Mansell sendiri menyebut bahwa gagasan negara bagian Aborigin adalah cara realistis untuk mendekatkan posisi politik masyarakat adat ke titik kedaulatan yang pernah mereka miliki sebelum invasi kolonial. Ia menyebut, selama 200 tahun masyarakat adat telah dipinggirkan secara hukum, politik, dan ekonomi, sehingga kini saatnya untuk merebut kembali peran itu secara institusional.

Langkah-langkah awal yang disarankan mencakup perjanjian lokal, kursi khusus di parlemen, hingga sistem pengadilan adat yang diakui dalam hukum nasional. Semua itu disebutnya sebagai pondasi menuju pembentukan proto-state di masa depan.

Diskusi tentang proto-state Aborigin ini juga memantik perhatian komunitas internasional, termasuk PBB yang sejak lama mendorong pengakuan hak-hak masyarakat adat di seluruh dunia. Laporan Dewan HAM PBB menyebutkan bahwa Australia masih memiliki catatan ketimpangan terhadap masyarakat Aborigin dalam akses pendidikan, kesehatan, dan peradilan.

Di tengah polemik tersebut, suara masyarakat adat Australia kini makin terdengar, dengan semakin banyak generasi muda yang terlibat dalam politik dan gerakan sosial. Mereka menuntut hak yang selama ini terabaikan, serta ruang politik untuk menentukan masa depan komunitasnya sendiri.

Sejarah membuktikan bahwa konsep proto-state bukanlah ancaman bagi federasi modern, melainkan jalan menuju integrasi yang lebih adil. Seperti reservasi Indian di AS, model proto-state Aborigin berpotensi menjadi contoh sukses rekonsiliasi sejarah panjang kolonialisme dan penindasan terhadap masyarakat adat.