Sumber Daya Alam Melimpah, Mengapa Investasi di Papua Kecil?
PAPUA HEBAT -- Besarnya sumber daya alam yang ada di Papua ternyata tak seiring dengan masuknya penanaman modal ke wilayah tersebut. Kondisi tersebut terlihat dari iklim investasi yang masuk ke bumi Cendrawasih itu.
Padahal, bila pengelolaan sumber daya alam Papua berjalan baik, tentunya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga iklim investasi seharusnya dijaga karena berpengaruh pada tingkat pendapatan daerah dan masyarakat.
Sejumlah kesimpulan tersebut tertuang dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA, Senin 27 November 2017 dari hasil diskusi akademisi di Universitas Cendrawasih Jayapura sebagai bagian dari acara Dies Natalis ke-55.
Rektor Universitas Cenderawasih, Apolo Safanpo, mengatakan, pentingnya sinergi seluruh pemangku kepentingan seharusnya bisa menjadi pendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif, khususnya potensi sumber daya alam (SDA).
“Diperlukan pemahaman atas prospek dan potensi sumber daya alam, keselarasan regulasi atas investasi dalam kerangka kepastian hukum, kepastian fiskal, hingga stabilitas bisnis dan investasi,” ujar Apolo.
Kemudian, Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Institute, Hendra Sinadia, mengatakan, untuk menjaga iklim investasi Papua dinamis, pemerintah pusat dan daerah perlu selaras dalam regulasi, sehingga tercipta kepastian hukum.
Saat ini, lanjut Hendra, besarnya survei yang menyatakan potensi pertambangan di Papua besar tidak diikuti dengan minat investasi yang justru tergolong kecil. Ini tentunya banyak disebabkan oleh kepastian hukum yang rendah.
Ia menuturkan, sektor pertambangan yang padat modal menempatkan investasinya dalam jangka waktu sangat panjang, sehingga regulasi yang mengatur perlu memiliki pandangan yang juga berjangka panjang.
“Saat ini para pengusaha dalam posisi wait and see, apalagi setelah ada ketidakpastian dari investasi besar yang dilakukan PT Freeport di Timika,” ujar Hendra.
Sementara itu, pengamat perpajakan dan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, melihat, kebijakan fiskal dan perpajakan banyak yang tidak sinkron. Akibatnya banyak yang membingungkan.
Salah satunya, menurut dia, di bumi Cendrawasih, Papua, yang memiliki potensi sumber daya alam sangat besar dan membutuhkan tata kelola yang baik. Terutama kebijakan fiskal yang mendukung bagi daya tarik investasi.
“Apa yang sekarang absen dari kebijakan fiskal adalah norma besar yang menjadi payung bagi seluruh proses bisnis dalam sektor pertambangan, khususnya yang ada di Papua ini. Kami membutuhkan suatu regulasi yang konsisten,” tuturnya.
Kepastian pajak merupakan faktor yang sangat penting bagi investor dalam mengambil keputusan lokasi berbisnis dan berinvestasi. Sebagai industri yang bersifat padat modal dengan masa ekonomi berjangka panjang, sektor pertambangan merupakan salah satu bidang usaha yang sangat terdampak atas ketidakpastian pajak seperti ini.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat, sepanjang Januari hingga September 2017 realisasi investasi dari penanam modal dalam negeri di Papua mencapai Rp1,11 triliun, sedangkan penanaman modal asing sebesar US$1,42 miliar. (sumber)
Padahal, bila pengelolaan sumber daya alam Papua berjalan baik, tentunya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga iklim investasi seharusnya dijaga karena berpengaruh pada tingkat pendapatan daerah dan masyarakat.
Sejumlah kesimpulan tersebut tertuang dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA, Senin 27 November 2017 dari hasil diskusi akademisi di Universitas Cendrawasih Jayapura sebagai bagian dari acara Dies Natalis ke-55.
Rektor Universitas Cenderawasih, Apolo Safanpo, mengatakan, pentingnya sinergi seluruh pemangku kepentingan seharusnya bisa menjadi pendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif, khususnya potensi sumber daya alam (SDA).
“Diperlukan pemahaman atas prospek dan potensi sumber daya alam, keselarasan regulasi atas investasi dalam kerangka kepastian hukum, kepastian fiskal, hingga stabilitas bisnis dan investasi,” ujar Apolo.
Kemudian, Wakil Ketua Umum Indonesia Mining Institute, Hendra Sinadia, mengatakan, untuk menjaga iklim investasi Papua dinamis, pemerintah pusat dan daerah perlu selaras dalam regulasi, sehingga tercipta kepastian hukum.
Saat ini, lanjut Hendra, besarnya survei yang menyatakan potensi pertambangan di Papua besar tidak diikuti dengan minat investasi yang justru tergolong kecil. Ini tentunya banyak disebabkan oleh kepastian hukum yang rendah.
Ia menuturkan, sektor pertambangan yang padat modal menempatkan investasinya dalam jangka waktu sangat panjang, sehingga regulasi yang mengatur perlu memiliki pandangan yang juga berjangka panjang.
“Saat ini para pengusaha dalam posisi wait and see, apalagi setelah ada ketidakpastian dari investasi besar yang dilakukan PT Freeport di Timika,” ujar Hendra.
Sementara itu, pengamat perpajakan dan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, melihat, kebijakan fiskal dan perpajakan banyak yang tidak sinkron. Akibatnya banyak yang membingungkan.
Salah satunya, menurut dia, di bumi Cendrawasih, Papua, yang memiliki potensi sumber daya alam sangat besar dan membutuhkan tata kelola yang baik. Terutama kebijakan fiskal yang mendukung bagi daya tarik investasi.
“Apa yang sekarang absen dari kebijakan fiskal adalah norma besar yang menjadi payung bagi seluruh proses bisnis dalam sektor pertambangan, khususnya yang ada di Papua ini. Kami membutuhkan suatu regulasi yang konsisten,” tuturnya.
Kepastian pajak merupakan faktor yang sangat penting bagi investor dalam mengambil keputusan lokasi berbisnis dan berinvestasi. Sebagai industri yang bersifat padat modal dengan masa ekonomi berjangka panjang, sektor pertambangan merupakan salah satu bidang usaha yang sangat terdampak atas ketidakpastian pajak seperti ini.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat, sepanjang Januari hingga September 2017 realisasi investasi dari penanam modal dalam negeri di Papua mencapai Rp1,11 triliun, sedangkan penanaman modal asing sebesar US$1,42 miliar. (sumber)