Muslim Papua
Segerombolan anak-anak usia remaja dan bocah dengan wajah ceria memasuki ruangan mewah di lantai dua Hotel Menara Peninisula, Slipi, Jakarta, pekan lalu. Wajah dan rambut mereka sangat khas, berkulit gelap dan rambut keriting. Anak-anak itu berasal dari kawasan timur, tepatnya Provinsi Papua. Kehadiran anak-anak asli Papua ini sangat dinantikan untuk bergabung berbuka puasa bersama dengan karyawan Hotel Menara Peninsula dan Baitul Maal Mualamat (BMM).
Gabungan anak-anak muslim asal Papua ini terhimpun di daerah Pondok Hijau, Bekasi Timur. Mereka ada yang mualaf (baru masuk Islam), yatim piatu, ada juga yang muslim sejak lahir, namun ekonominya kurang sehingga membutuhkan bantuan. Mereka diasuh oleh ustadz asal Papua, Fadhlan A Garamatan. Anak-anak asal kawasan timur ini datang secara bertahap dari Papua menuju Jakarta. Usia mereka beragam mulai lima tahun hingga usia mahasiswa. Di Jakarta, mereka menuntut ilmu gratis tersebar di beberapa pondok pesantren se-Jabotabek. Sedangkan yang mahasiswa kuliah di perguruan tinggi.
Ulfah Mudat, (13 tahun) asal Kayu Merah, Fak-fak Papua, sudah dua tahun ini berada di Jakarta. Bagi anak bungsu dari dua bersaudara ini agama Islam bukan barang baru, karena orang tuanya sudah memeluk Islam sejak lama. Ketika SD di Fak-fak pun, dia menuntut ilmu di SD Muhammadiyah. Kini dia melanjutkan di Boarding School Tasfiyah Jatibening Pondok Gede. Menurut Ulfah, di Fak-fak pemeluk Islam sudah berkembang pesat. Melihat yang memakai kerudung bukan hal langka, karena sudah banyak muslimah yang memakainya jika keluar rumah. Bulan Ramadhan pun seperti daerah lain, ramai dan suasananya sangat religius.
''Pokoknya di sana orang Islamnya sudah banyak dan tidak merasa terasing,'' ujarnya antusias. Lain halnya dengan Siti Hajar Simurut (13 tahun) asal Migori, Sorong. Migori termasuk kawasan pedalaman yang lokasinya cukup jauh dari pusat kota. Di daerah ini jumlah pemeluk agama Islam masih sangat sedikit. Keluarga Siti Hajar hanyalah salah satu yang memeluk agama Islam sejak lama. ''Kalau di Migori, bulan Ramadhan tidak ada bedanya dengan hari biasa, karena lebih banyak yang tidak puasa,'' kata Hajar dengan logat Papua yang masih kental.
Kedatangan anak-anak muslim Papua ini berkat kerja keras Fadhlan A Garamatan. Pria kelahiran Fak-fak tahun 1967 ini menghimpun anak-anak Papua untuk di sekolah-kan di Jakarta. Pemilik Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara (AFKN) ini berjuang dari satu pedalaman ke pedalaman lain untuk menyampaikan ajaran Islam. Bahkan, dia tidak segan-segan mengajarkan bagaimana melakukan hal-hal yang kecil mulai bersuci hingga shalat.
Anak-anak dari Fak-fak, Sorong, Wamena, dan daerah pedalaman lainnya biasanya masih menggunakan bahasa daerah, karena bahasa Indonesia belum begitu fasih. Berkat lobi dari Uztadz Fadhlan, anak-anak itu bisa mondok di beberapa pondok pesantren. Di antaranya Assafi'iyah Jatiwaringin, Maslakul Irfan Jatibening. Kini jumlahnya lebih dari 50 orang. Ada juga yang sudah lulus kuliah, biasanya mereka kembali ke kampung halaman.
Jika hari libur seperti Ramadhan, mereka kembali ke markas di Pondok Hijau Bekasi Timur. Menurut Sumiyati (19 tahun) asal Fak-fak yang sedang menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Ciputat, di Bekasi biasanya ada evaluasi dan sosialisasi pelajaran apa saja yang diterima di pesantren. Setelah itu mereka mengisi Ramadhan dengan beribadah dan mengaji bersama ustadz.
Anak-anak mualaf asal Papua ini cukup lama 'bergaul' dengan Baitul Maal Muamalat. Karena mereka termasuk binaan BMM, lembaga pemberdayaan dan amil nasional yang selama ini bekerja sama dengan Hotel Peninsula. Bahkan, beberapa anak Papua sering berkunjung ke BMM. Di antaranya Mustafirin bocah enam tahun yang baru datang dari Fak-fak. Dia menjadi sorotan dan guyonan karyawan BMM, karena gayanya yang lincah tapi belum fasih berbahasa Indonesia.
Kedatangan anak-anak mualaf Papua di Hotel Menara Peninsula merupakan yang pertama kalinya. Mereka diundang dalam peringatan Nuzulul Quran dan buka puasa bersama karyawan Hotel Menara Peninsula Jakarta dengan Baitul Maal Muamalat (BMM). Bukan saja buka bersama, menurut Edi Hasan dari DKM An Nabawi Hotel Menara Peninsula, anak-anak muslim Papua ini akan mendapat hadiah lebaran berupa uang dan bingkisan lebaran. ''Jangan dilihat nilainya, tetapi ibadahnya,'' ungkap Edi. Acara Nuzulul Quran dan buka bersama diisi pula dengan ceramah oleh Ustaz Fadhlan Al Garamatan. Dia mengambil tema Alquran sebagai jawaban segala bentuk permasalah hidup. ( Harian Republika/vie/mualaf.com )
Gabungan anak-anak muslim asal Papua ini terhimpun di daerah Pondok Hijau, Bekasi Timur. Mereka ada yang mualaf (baru masuk Islam), yatim piatu, ada juga yang muslim sejak lahir, namun ekonominya kurang sehingga membutuhkan bantuan. Mereka diasuh oleh ustadz asal Papua, Fadhlan A Garamatan. Anak-anak asal kawasan timur ini datang secara bertahap dari Papua menuju Jakarta. Usia mereka beragam mulai lima tahun hingga usia mahasiswa. Di Jakarta, mereka menuntut ilmu gratis tersebar di beberapa pondok pesantren se-Jabotabek. Sedangkan yang mahasiswa kuliah di perguruan tinggi.
Ulfah Mudat, (13 tahun) asal Kayu Merah, Fak-fak Papua, sudah dua tahun ini berada di Jakarta. Bagi anak bungsu dari dua bersaudara ini agama Islam bukan barang baru, karena orang tuanya sudah memeluk Islam sejak lama. Ketika SD di Fak-fak pun, dia menuntut ilmu di SD Muhammadiyah. Kini dia melanjutkan di Boarding School Tasfiyah Jatibening Pondok Gede. Menurut Ulfah, di Fak-fak pemeluk Islam sudah berkembang pesat. Melihat yang memakai kerudung bukan hal langka, karena sudah banyak muslimah yang memakainya jika keluar rumah. Bulan Ramadhan pun seperti daerah lain, ramai dan suasananya sangat religius.
''Pokoknya di sana orang Islamnya sudah banyak dan tidak merasa terasing,'' ujarnya antusias. Lain halnya dengan Siti Hajar Simurut (13 tahun) asal Migori, Sorong. Migori termasuk kawasan pedalaman yang lokasinya cukup jauh dari pusat kota. Di daerah ini jumlah pemeluk agama Islam masih sangat sedikit. Keluarga Siti Hajar hanyalah salah satu yang memeluk agama Islam sejak lama. ''Kalau di Migori, bulan Ramadhan tidak ada bedanya dengan hari biasa, karena lebih banyak yang tidak puasa,'' kata Hajar dengan logat Papua yang masih kental.
Kedatangan anak-anak muslim Papua ini berkat kerja keras Fadhlan A Garamatan. Pria kelahiran Fak-fak tahun 1967 ini menghimpun anak-anak Papua untuk di sekolah-kan di Jakarta. Pemilik Yayasan Al Fatih Kaffah Nusantara (AFKN) ini berjuang dari satu pedalaman ke pedalaman lain untuk menyampaikan ajaran Islam. Bahkan, dia tidak segan-segan mengajarkan bagaimana melakukan hal-hal yang kecil mulai bersuci hingga shalat.
Anak-anak dari Fak-fak, Sorong, Wamena, dan daerah pedalaman lainnya biasanya masih menggunakan bahasa daerah, karena bahasa Indonesia belum begitu fasih. Berkat lobi dari Uztadz Fadhlan, anak-anak itu bisa mondok di beberapa pondok pesantren. Di antaranya Assafi'iyah Jatiwaringin, Maslakul Irfan Jatibening. Kini jumlahnya lebih dari 50 orang. Ada juga yang sudah lulus kuliah, biasanya mereka kembali ke kampung halaman.
Jika hari libur seperti Ramadhan, mereka kembali ke markas di Pondok Hijau Bekasi Timur. Menurut Sumiyati (19 tahun) asal Fak-fak yang sedang menuntut ilmu di Universitas Muhammadiyah Ciputat, di Bekasi biasanya ada evaluasi dan sosialisasi pelajaran apa saja yang diterima di pesantren. Setelah itu mereka mengisi Ramadhan dengan beribadah dan mengaji bersama ustadz.
Anak-anak mualaf asal Papua ini cukup lama 'bergaul' dengan Baitul Maal Muamalat. Karena mereka termasuk binaan BMM, lembaga pemberdayaan dan amil nasional yang selama ini bekerja sama dengan Hotel Peninsula. Bahkan, beberapa anak Papua sering berkunjung ke BMM. Di antaranya Mustafirin bocah enam tahun yang baru datang dari Fak-fak. Dia menjadi sorotan dan guyonan karyawan BMM, karena gayanya yang lincah tapi belum fasih berbahasa Indonesia.
Kedatangan anak-anak mualaf Papua di Hotel Menara Peninsula merupakan yang pertama kalinya. Mereka diundang dalam peringatan Nuzulul Quran dan buka puasa bersama karyawan Hotel Menara Peninsula Jakarta dengan Baitul Maal Muamalat (BMM). Bukan saja buka bersama, menurut Edi Hasan dari DKM An Nabawi Hotel Menara Peninsula, anak-anak muslim Papua ini akan mendapat hadiah lebaran berupa uang dan bingkisan lebaran. ''Jangan dilihat nilainya, tetapi ibadahnya,'' ungkap Edi. Acara Nuzulul Quran dan buka bersama diisi pula dengan ceramah oleh Ustaz Fadhlan Al Garamatan. Dia mengambil tema Alquran sebagai jawaban segala bentuk permasalah hidup. ( Harian Republika/vie/mualaf.com )