Suriah Genjot Sektor Peternakan untuk Perkuat Ekonomi Rakyat
Di tengah kondisi sulit yang dihadapi Suriah, sektor pertanian dan peternakan tetap menjadi tumpuan penting bagi kehidupan masyarakat. Salah satu sorotan utama adalah keberadaan stasiun peternakan Al-Ghab yang berdiri sejak tahun 1996. Stasiun ini berperan penting dalam menjaga kelestarian kerbau rawa Suriah agar tidak punah.
Sejak awal didirikan, stasiun Al-Ghab difokuskan untuk mempelajari karakteristik fisik dan produktif kerbau rawa. Tujuannya adalah agar negara mampu memilih bibit terbaik untuk meningkatkan produksi susu kerbau, yang dikenal memiliki kualitas tinggi. Langkah ini menjadi salah satu strategi penting untuk menjaga ketahanan pangan Suriah.
Pada tahun 2011, populasi kerbau rawa di kawasan Al-Ghab terakhir kali dicatat mencapai sekitar 2.200 ekor. Jumlah itu dinilai masih rawan jika tidak dikelola dengan baik. Karena itulah pemerintah melakukan serangkaian langkah preventif agar hewan tersebut tetap sehat dan berkembang biak secara berkelanjutan.
Langkah yang ditempuh antara lain adalah inspeksi rutin terhadap kondisi kerbau. Selain itu, pemerintah juga menyediakan pakan dengan harga terjangkau sehingga para peternak tidak terbebani. Dukungan ini membuat populasi kerbau tetap stabil meski negara berada dalam situasi sulit.
Fasilitas kesehatan hewan juga menjadi perhatian utama. Stasiun Al-Ghab menyediakan vaksinasi rutin untuk mencegah penyakit menular yang bisa membahayakan populasi kerbau. Selain itu, ada pula perawatan harian untuk kasus individu yang membutuhkan penanganan medis khusus.
Selain fokus pada kerbau, Suriah juga memiliki potensi besar di sektor peternakan lain. Ayam, lembu, unta, kambing, biri-biri, hingga kuda turut menjadi bagian penting dari sistem pangan dan ekonomi pedesaan. Peternakan ayam, misalnya, masih menjadi sumber protein utama yang mudah diakses masyarakat.
Produksi daging ayam dan telur dinilai lebih cepat dan murah dibandingkan ternak besar. Oleh karena itu, banyak petani kecil memelihara ayam sebagai cadangan pangan sekaligus tambahan penghasilan. Sistem ini juga memungkinkan masyarakat yang terdampak konflik untuk tetap bertahan hidup.
Lembu dan sapi perah menjadi bagian penting dalam menyediakan kebutuhan susu segar bagi masyarakat perkotaan. Sementara itu, unta yang banyak ditemui di wilayah padang pasir digunakan sebagai sumber susu alternatif dan juga hewan transportasi tradisional.
Kambing dan biri-biri berperan besar di pedesaan. Dagingnya menjadi konsumsi sehari-hari, sementara susu kambing banyak dimanfaatkan untuk membuat keju khas Suriah. Bulu biri-biri juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dipintal menjadi kain dan karpet.
Kuda di Suriah tidak hanya berperan dalam kegiatan budaya dan olahraga, tetapi juga menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat. Beberapa ras kuda lokal masih dilestarikan karena dianggap warisan sejarah bangsa Arab yang tak ternilai.
Selain ternak darat, peternakan ikan juga mulai berkembang. Beberapa wilayah dengan akses air yang cukup mengembangkan kolam ikan untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat. Langkah ini membantu diversifikasi sumber pangan sekaligus menciptakan peluang ekonomi baru.
Dari dua peternakan besar, salah satunya memang berfokus pada kerbau rawa di Al-Ghab. Sementara yang lain difokuskan pada pengembangan unggas dan sapi di wilayah pedesaan yang relatif aman dari konflik. Keduanya menjadi tulang punggung pemeliharaan sumber pangan di tengah situasi sulit.
Keberhasilan dua peternakan ini menunjukkan bahwa Suriah masih memiliki harapan besar dalam menjaga ketahanan pangan domestik. Meski tantangan berat terus menghantui, semangat petani dan peternak lokal tetap terjaga.
Salah satu gagasan menarik yang berkembang adalah membekali para pengungsi dengan ternak ayam. Dengan modal awal beberapa ekor, keluarga pengungsi bisa mendapatkan pasokan telur harian yang bernilai gizi tinggi.
Selain untuk konsumsi sendiri, hasil dari peternakan ayam skala kecil juga bisa dijual ke pasar lokal. Dengan demikian, para pengungsi tidak hanya mandiri dalam pangan, tetapi juga mampu menambah penghasilan.
Gagasan ini dianggap lebih realistis dibandingkan hanya mengandalkan bantuan pangan yang terbatas. Ayam mudah dirawat, tidak membutuhkan lahan luas, dan cepat berkembang biak sehingga cocok untuk kondisi pengungsi.
Jika program semacam ini diperluas, maka ratusan ribu pengungsi di Suriah bisa mendapatkan sumber pangan yang stabil. Hal ini juga membantu pemerintah dan lembaga kemanusiaan dalam menekan beban bantuan pangan jangka panjang.
Dengan kombinasi antara peternakan besar seperti kerbau di Al-Ghab dan peternakan rakyat skala kecil berupa ayam, lembu, atau kambing, Suriah memiliki peluang nyata untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Di tengah krisis, sektor peternakan terbukti mampu memberikan harapan baru. Kerbau, ayam, hingga ikan menjadi simbol perjuangan rakyat Suriah dalam menjaga kehidupan dan masa depan bangsanya.
Harapan ini masih terus hidup, sama seperti semangat para peternak yang percaya bahwa dari kandang sederhana, kehidupan baru bisa kembali tumbuh di tanah yang porak-poranda akibat perang.